![]() |
Fardan Satrio Wibowo, Lc. sedang memaparkan materinya pada acara Sekolah Menulis KPMJB pada Sabtu (28/9) lalu. (Sumber: Dok. Informatika/Akbar) |
Informatikamesir.com – Kairo, M. Fardan
Satrio Wibowo, Lc., seorang pemateri terakhir di kegiatan Sekolah Menulis KPMJB
yang sukses terlaksana sejak hari Rabu (11/9) sampai dengan Sabtu (28/9) di
Aula Pasanggrahan KPMJB kemarin, telah membeberkan sedikit kisah tentang
seorang yang diagungkan sebagai tokoh pembaharu Mesir nan rendah hati di era
modern ini.
Ia bercerita tentang seorang guru di
Al-Azhar, Syekh Mutawalli Sya’rowi, tokoh pembaharu yang pernah merasa tinggi
dibanding siapapun. Ketika itu, Syekh Mutawalli sedang mengisi acara di Jamiah
Qohiroh. Gaya bicaranya yang dikatakan sebagai singa podium itu berhasil
membuat luluh hati orang-orang yang hadir di Auditorium Jamiah Qohiroh.
Saking diagungkannya, bahkan sampai
para jemaah mengusungnya hingga ke depan mobilnya. Setelah itu, Syekh Mutawalli
Sya’rawi meminta kepada supirnya untuk pulang lebih dulu, karena ia mau mampir
di suatu tempat.
“Ditunggu lama, kok ngga pulang-pulang
ke rumah. Akhirnya disusullah ama supirnya, dikatakan supirnya aja, dikatakan
juga bareng anaknya. ‘Saya tahu bapak
saya di mana’, gitu. Ada dua riwayat nih, ada yang ngomong supirnya, ada
yang ngomong anaknya,” jelas Fardan di sela-sela ceritanya.
Sepanjang pencarian, supir dan anaknya
ini mampir di Masjid Sayidah Zainab, pergi ke tempat wudhu
dan ke kamar mandi masjid. Akhirnya,
mereka mendapati Syekh ini sedang membersihkan kloset kamar mandi tersebut.
Supirnya bertanya-tanya, “apa
yang ia lakukan di sini?”, padahal ia sedang lelah seusai
acara dari Jamiah Qohiroh tadi. Ia hanya
menjelaskan bahwasanya tadi ia sempat merasa lebih tinggi dan lebih baik
dibanding orang lain.
“Nah, saya bersihin kamar mandi ini sebagai
proses saya merendahkan diri bahwa saya tuh bukan siapa-siapa di antara orang
lain,” tambah Fardan, mengutip perkataan Syekh Mutawalli Sya’rawi.
Kisah ini diceritakan untuk menjelaskan
kalimat “Merendahlah ketika meninggi” yang tercatat dalam motto hidupnya,
“Meninggilah ketika merendah, dan merendahlah ketika meninggi”.
Di samping itu juga, Fardan juga
menjelaskan makna kalimat “Meninggilah ketika merendah” dengan sebuah kisah dari Syekh
Ahmad Arroyan yang pernah gagal dalam ujian di Al-Azhar. Ketika itu, ia hanya berkata
bahwa ia ridha dengan ketetapan Allah, sehingga menjadikannya orang yang lebih
berpengaruh dibanding teman-temannya yang lulus waktu itu.
Reporter: Defri Cahyo Husein
Editor: Muh. Nur Taufiq al-Hakim
No comments:
Post a Comment