
Tuesday, August 27, 2019
![]() |
Pakde Aji Surya sedang menyampaikan sambutannya kepada para Kru dan Pengurus Informatika (Sumber: Dok. Informatika/Royan) |
Alkisah, dari seorang wartawan hebat nan lihai,
sebutlah “pakde” yang luas
ilmunya nan besar hatinya. Yang telah mempersilahkan kita
sebagai kru Informatika untuk dapat menimba dalamnya pengalaman
dan ilmu Kejurnalistikan di kediaman beliau. Tepatnya di daerah Maadi di hari Sabtu (24/8). Mantan wartawan media "Tempo" ini menyambut kami dengan sangat hangat serta disuguhi dengan berbagai
makanan yang membuat kampung tengah ini
berdamai. Beliau juga meminta sekretarisnya untuk
menyanyikan lagu yang dipersembahkan untuk kru Informatika,
yang mana menjadikan suasana begitu cair dan
mengalir sebelum memberi kita materi yang amat sangat luar biasa.
Kunjungan media Informatika ke kediaman pakde ini juga dihadiri
oleh seorang wartawan senior media “Kompas” yang sudah sangat kenyang makan garam kehidupan
ini.
Beliau tak lain adalah Pak Musthafa Abdurrahman. Sebelum memulai pembahasannya, beliau merasa
seolah-olah sedang bernostalgia dengan memori masa lalu. Ketika disebutkan beberapa nama senior Informatika yang kami kenal
semisal Pak Nur Fuad dan Pak Isa Anshori yang kini tengah menjabat di KBRI
Kairo, beliau pun berujar “Itu dulu mereka yang saya kasih materi waktu Upgrading
Informatika,” ungkap Pak Musthofa pada kami.
“Apapun
profesi kita, pasti kita akan menulis, sebab menulis itu mutlak untuk mengasah
kemampuan manusia,” narasi ini yang beliau sampaikan untuk membuka topik pembicaraannya di hadapan kami.
“Geluti
dimana titik kelihaian kita nak,” sambungnya.
Kewajiban seorang penulis adalah membaca, karena dengan membaca ide itu
akan tumbuh. Dari beliau, kita memahami bahwa kekuatan tulisan feature (soft news) itu adalah
tentang apa yang kita lihat dan apa yang kita temui di sepanjang hari. Sedangkan
latar belakangnya hanyalah sebuah cuplikan saja.
![]() |
Pak Musthofa Abdurrahman sedang memaparkan materinya kepada para Kru dan Pengurus Informatika (Sumber: Dok. Informatika/Royan) |
Beliau juga
banyak menceritakan tentang sejuta pengalamannya, mulai dari seorang wartawan Kompas
hingga berkeliling ke berbagai negara Timur Tengah hanya untuk melakukan riset guna
mencari bahan tulisan yang akurat. Keberanian beliau ini patut kita acungi jempol, sebab banyak
rintangan yang menghadang pasca penelitiannya ke berbagai negara tersebut.
“Media cetak
dan televisi sedang merosot, sebut saja Kompas,” kata wartawan senior ini. “Nah, disinilah letak dimana peran
generasi Y terhadap bacaan. Sebab, generasi ini lebih banyak
menghabiskan waktunya dengan benda kecil petak
yang diberi gelar smart phone. Inilah alasan titik tumpul generasi Y terhadap media cetak, televisi, dan media online. Sebab, 88
persen dari generasi ini lebih fokus pada live streaming katakanlah youtube
yang menjadi trending topik masa kini, yang
mana didalamnya juga terdapat beberapa konten
yang harusnya disuguhkan televisi,” papar beliau.
“Nah, ini juga bisa menjadi sebab
gagalnya salah satu channel televisi, katakanlah Net TV. Kenapa channel ini gagal? Sebab Net TV datang di saat yang tidak tepat. Masyarakat Indonesia, belum siap menerima konten yang
benar-benar berkualitas. Inilah yang disebut dengan pemindahan pemirsa,” ungkapnya. Beliau juga mengungkapkan, bahwa pemilik channel ini adalah seorang yang
pemberani walaupun gagal. Mengapa disebut demikian? Karena ia sudah
melakukan transformasi dan berani melakukan out of the box atau keluar dari paradigma orang-orang pada umumnya.
![]() |
Sesi perfotoan bersama usai kunjungan silaturahim segenap Kru dan Pengurus Informatika ke kediaman Pakde Aji Surya. (Sumber: Dok. Informatika/Royan) |
Juga tak
kalah serunya, Pakde Aji Surya pun juga menyampaikan
sebuah pembahasan yang sangat ciamik. “Understanding your customer is number one.” Mengapa saya
memulai tulisan tentang obrolan pakde dari narasi ini? Sebab banyak media yang mengabaikannya. Untuk siapa mereka menulis, siapa yang akan mereka tuju, pembaca
yang seperti apa yang menjadi tujuan
tulisan mereka! Karena bagaimanapun juga, semua urusan adalah tentang jumlah
pembaca. Jadi, kalau si penulis tidak tahu tulisannya untuk pembaca yang
bagaimana, sama saja tidak ada gunanya dan tidak akan dibaca. Sebab, pengetahuan dan kecenderungan
pembaca harus menjadi pengetahuan bagi seorang penulis. Ini
yang saya ambil dari narasi Pakde Aji Surya.
“Wow Factor, carilah yang
belum pernah orang lain tulis!” ujar mantan wartawan Tempo ini. “Wow Factor” secara kasar, adalah
kemampuan untuk melihat apa yang belum pernah ditulis dan belum dikupas tetapi disukai dan bahkan dibutuhkan
oleh pembaca.
Perolehan data dan informasinya harus melalui berbagai tahapan, di
antaranya adalah pengamatan, riset dan
investigasi. Hakikatnya, menulis
adalah masalah “angle” dan ada sejuta “angle” yang belum ditulis.
Pesan Pakde Aji Surya, “Hindari sekadar menuliskan apa yang kita ketahui, jangan ingin
menulis semua tanpa “angle”. Kita juga harus memperhatikan diksi untuk mengungkapkan dan menggambarkan sebuah suasana. Dan yang paling penting, buatlah pembaca larut dan semakin hanyut melalui sistematika penulisan yang tepat. Dan yang jauh lebih penting adalah penulis
harus banyak membaca dan menelaah,” ujar pakde kepada kami.
Reporter: Nadya Rahma
Editor: Muh. Nur Taufiq al-Hakim
0 Response to "Ketika Permata Ilmu Ditambang dari Ma’adi "
Post a Comment