![]() |
Red: Ibu Nursyahbani ketika presentasi materi Gender dan Peran Perempuan dalam Pembangunan |
Kairo, Informatikamesir.com -- “Sebuah penelitian menyatakan perceraian
di Indonesia mencapai 40 pasangan per-jam,”Ujar Nusyahbani, aktifis LBH APIK
(Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan). Kalimat itu terlontar dalam
acara Seminar Sehari Parenting dan Paud, Kairo (2/12/2017). Dia menambahkan
bahwa angka tersebut merupakan terbesar se-Asia Pasifik dan akan terus meningkat 16-20% pertahunnya.
Nursyahbani
menjelaskan angka rapuhnya ketahanan keluarga yang tinggi ini dikarenakan beberapa
faktor, diantaranya adalah; Budaya Patriarti (perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam
masyarakat atau kelompok sosial tertentu), kemiskinan, pendidikan rendah, motif
agama (menghindari zinah) kurangnya pendidikan seksual dan organ reproduksi
pada para remaja.
Dia menjelaskan bahwa masih terdapat
beberapa budaya patriarki yang dianut
oleh sebagian masyarakat
di Indonesia yang mengharuskan wanita untuk menikah tanpa kesiapan, sebagai
contoh tradisi menculik wanita (merarik) di NTB, dan tradisi menjodohkan anak
dari kecil yang kerap ditemui di Madura. “Tradisi merarik ini sudah ada pemuka
agama yang tidak menyetujuinya, kita lihat foto seorang wanita yang tidak
sumringah ketika dibawa lari oleh seorang pemuda”, ujarnya sambil menunjukan
foto mempelai wanita dari NTB.
Pernikahan
seperti ini (muda dan paksa) menurutnya akan menyebabkan beberapa hal negatif
diantaranya; tingginya kematian ibu dan anak saat melahirkan, kekerasan dalam
rumah tangga, rentannya ketahanan keluarga dan gizi buruk pada balita. Dia
menjelaskan Angka ibu meninggal saat prosesi melahirkan masih tertinggi se-Asia
Tenggara yaitu 359 ibu meninggal dari setiap 100 ribu kelahiran hidup.
Selain
itu Nursyahbani juga menyesalkan penafsiran tekstual dari para penafsir
beberapa teks agama tentang pernikahan. Karena menurutnya seorang yang hendak
menikah tentunya harus memiliki kesiapan yang mumpuni dalam pendidikan, ekonomi
dan mental. Kesiapan ini menurutnya akan menekan angka perceraian di Indonesia.
Lebih
lanjut, dalam seminar ini
DR. Sukiman, Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemendikbud RI menyatakan, pentingnya
mempersiapkan keluarga yang baik. Hal ini berkaitan dengan anak-anak yang akan
dititipkan Allah Swt.
“anak-anak bisa menjadi ujian, amanah, penyejuk dan penolong bagi orang tua,”
tutur Pria kelahiran Purworejo, 15
Juni 1960 ini.
Nuansa Garini, menuturkan acara ini diharapkan
dapat bermanfaat dan menjadi gambaran masa depan bagi dua kalangan; yaitu
kalangan yang sedang mempersiapkan
diri untuk menikah dan
bagi para orang tua supaya bisa
mendidik anak agar dapat bersaing di masa depan.”Semoga setelah acara ini kita dapat ikut
bertanggungjawab dalam membina generasi masa
depan dan memanfaatkan bonus demografi di Indonesia,” jelas ketua wihdah
periode 2017-2018 ini.
Rep: Albi Tisnadi Ramadhan
Red: Ahmad Faishal
No comments:
Post a Comment