
Thursday, April 20, 2017
Informatika Mesir, Kairo (19/04). Pada umur ke-1000 sejak Al-Azhar berdiri, 972 M silam, hari
ini Al-Azhar diduga sebagai lembaga yang mengajarkan terorisme dan Al-Azhar
dianggap gagal dalam mengolah metodenya. Anggapan miring ini terjadi pasca
ledakan bom yang terjadi di greja Alexandria dan Tanta, Mesir.
Rabu 19 April 2017, kru Informatika berjumpa dengan Abdurrahman Abdul Khaliq,
mahasiswa Al-Azhar jurusan Syari’ah Islamiyah. Ia mengatakan bahwa ia semakin
terkesan dengan Al-Azhar. Al-Azhar baginya telah memberikan semua apa yang
dibutuhkan oleh para penuntut ilmunya. “Hari ini saya ditakdirkan hadir dalam
seminar yang diagendakan oleh fakultas dakwah universitas Al-Azhar dengan tema 'Sumbangsih
Al-Azhar untuk Mesir dan Islam', Rabu 19 April 2019. Sangat bersyukur bisa
hadir dalam acara tersebut. Hadir, Syekh Dr. Jamal Faruq, dekan fakultas Dakwah,
Dr. Abdul Fattah Awari, dekan fakultas Ushuluddin, dan juga Dr. Ibrahim Hudhud,
mantan rektor Al-Azhar menjadi pemateri," ungkapnya.
Kemudian ia melanjutkan, seminar ini sengaja digelar
sebagai jawaban Al-Azhar atas tuduhan yang dilangkan 'pihak luar' pasca
terjadinya bom gereja di Alexandria dan Tanta beberapa hari yang lalu bahwa
Al-Azhar mengajarkan terorisme dan gagal membangun metode yang benar. Dalam orasinya
Dr. Ibrahim Hudhud menyampaikan, "Saya tidak perlu berpanjang lebar, saya
disini akan berbicara tentang apa yang telah tercatat dalam sejarah Mesir secara
khusus dan Islam secara umum bahwa Al-Azhar adalah lembaga keilmuan yang sampai
hari ini masih menjadi rujukan. Banyak lembaga keilmuan yang dibangun semasa
dengan Al-Azhar, tapi sayang, sekarang mereka hanya (menjadi) catatan sejarah (yang)
berlalu. Tapi, lihatlah Al-Azhar."
Pada kesempatan ini, Syekh Dr. Jamal Faruq mengatakan, “Al-Azhar
tetaplah Al-Azhar. Dengan artian, Al-Azhar yang sekarang adalah Al-Azhar yang
dulu. Kami tetap berpegang teguh terhadap metode yang dibangun 1000 tahun yang
lalu. Metode tersebut terdiri dari tiga komponen. Yang pertama ùlùmul manqùl
yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis. Yang kedua
ùlùmul ma’qùl yaitu ilmu-ilmu alat
sebagai sarana untuk memahami ùlùmul manqùl, seperti (ilmu) Nahwu,
Sharaf, Balaghah, Ushul Fiqh, Mantiq dan lain sebaginya. Yang ketiga adalah ùlùmud
dunya yaitu ilmu-ilmu yang menjadi sarana keberlangsungan kehidupan dunia
seperti ilmu kedokteran," jelasnya menirukan apa yang disampaikan dekan
fakultas Dakwah Al-Azhar.
Lebih lanjut, menanggapi perihal konsistensi mahasiswa Al-Azhar
dalam mengemban risalah Azhari Syekh Jamal Faruq menyatakan, “Lalu siapakah
Azhari yang sebenarnya? Azhari ialah (orang) yang beraqidah ‘Asy’ari dan
Maturidi, bermadzhab satu dari yang 4 (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah),
dan berakhlak sufi. Maka dari itu, barangsiapa yang belajar di Al-Azhar dan
membawa pulang izajah Al-Azhar tapi tidak sejalan dengan manhaj (metode)
Al-Azhar, dia bukan seorang Azhari. Al-Azhar berlepas tangan, karena dia tidak
terdidik oleh Al-Azhar. Al-Azhar hanya dijadikan pintu untuk mempelajari “paham-paham
luar”."(Fattah).
0 Response to "Seminar Al-Azhar, Siapakah Azhari?"
Post a Comment